Kalbarinformasi.com. TikTok, platform video pendek yang sedang populer, telah menjadi subjek kontroversi di Amerika Serikat karena dituduh memata-matai pemerintah oleh anggota DPR. Pada pertemuan terbaru, Dewan Perwakilan Rakyat AS memutuskan untuk memberikan pilihan kepada anak usaha ByteDance asal China, TikTok.
Menurut laporan Reuters, parlemen AS akan mempercepat pemungutan suara mengenai undang-undang yang memberikan waktu 6 bulan bagi ByteDance untuk melakukan divestasi dari TikTok. Divestasi ini bertujuan untuk mengurangi risiko keamanan dan mematuhi regulasi pemerintah AS terkait privasi data.
Pilihan lainnya yang dihadapi TikTok adalah menghadapi larangan beroperasi di AS. Komite Energi dan Perdagangan DPR AS telah memberikan suara bulat 50-0 untuk mendukung larangan tersebut, menciptakan momentum yang signifikan bagi tindakan keras AS terhadap TikTok.
Upaya sebelumnya untuk melarang TikTok terhenti selama setahun terakhir karena lobi besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan. Namun, pemungutan suara ini menunjukkan adanya dorongan kuat dari anggota parlemen AS untuk menegakkan larangan terhadap TikTok.
Pimpinan DPR, Steve Scalise, menyatakan bahwa anggota parlemen akan melakukan pemungutan suara untuk memaksa TikTok memutuskan hubungan mereka dengan pemerintah Komunis China. Ini merupakan langkah yang diambil atas kekhawatiran akan keamanan nasional terkait kepemilikan TikTok di China.
TikTok sendiri telah membantah tuduhan membagikan data pengguna AS kepada pemerintah Tiongkok. Namun, perusahaan tersebut menganggap RUU yang diajukan sebagai larangan total terhadap TikTok di Amerika Serikat.
TikTok juga menyoroti konsekuensi negatif dari larangan tersebut, termasuk dampaknya terhadap dunia usaha, seniman, dan pencipta konten di seluruh Amerika, mereka akan meraung menangis sedu sedan karena tidak bisa lagi menggunakan Tiktok sebagai alat promosi dan penghasil uang. Perusahaan tersebut berpendapat bahwa larangan ini akan merugikan kebebasan berekspresi dan menghalangi kreativitas masyarakat khususnya di Amerika Serikat.
Sebelum pemungutan suara/Voting, para anggota parlemen mendapat pengarahan tertutup mengenai kekhawatiran keamanan nasional terkait kepemilikan TikTok di China. Hal ini menunjukkan seriusnya pemerintah AS dalam menangani masalah ini demi menjaga keamanan dan privasi warganya. Bagaimana di Indonesia? Jangan lah, kalo di larang maka kita tidak lagi melihat konten warga prindapan, hehehe…