Kalbarinformasi.com. Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, kini mendekam di balik jeruji Lapas Perempuan Kelas III Kota Kendari. Sederhana, penuh dedikasi, dan selalu berjuang untuk pendidikan anak-anak di desanya, ia kini harus menghadapi cobaan yang begitu besar. Tuduhan penganiayaan terhadap seorang murid kelas 1 SD menghancurkan segala upayanya selama bertahun-tahun mengabdi di sekolah itu. Dan ironisnya, murid tersebut adalah anak seorang anggota polisi.
Berawal pada April 2024, Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito oleh orang tua murid tersebut. Tudingan yang dialamatkan kepadanya bukanlah perkara ringan—penganiayaan terhadap anak di bawah umur. Namun, Supriyani dengan tegas membantah segala tuduhan. Ia mengatakan tidak pernah menyakiti muridnya, hanya menegur anak tersebut karena kenakalannya di kelas. Bahkan saksi-saksi yang dimintai keterangan tak ada yang melihat atau menyebut Supriyani melakukan penganiayaan.
Di tengah tekanan yang terus meningkat, Supriyani tetap bertahan dengan kebenaran yang diyakininya. Namun, takdir tampaknya tak berpihak padanya. Pada Kamis, 17 Oktober, kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan, dan Supriyani resmi ditetapkan sebagai tersangka. Ia langsung ditahan. Bukan hanya fisiknya yang terkurung di balik jeruji, tapi juga harapannya untuk hidup bebas dari tuduhan yang tak pernah dilakukannya.
Kabar ini langsung menghebohkan publik, terutama di media sosial. “Save Ibu Supriyani, S.Pd” menjadi seruan di berbagai platform online. Supriyani tak hanya dipandang sebagai korban ketidakadilan, tetapi juga sebagai simbol betapa lemahnya posisi seorang guru honorer di hadapan kekuasaan. Tak sedikit yang menyebut bahwa kasus ini tak lain adalah bentuk intimidasi, mengingat orang tua dari murid yang melaporkannya adalah seorang anggota Polri.
Berdasarkan kronologi yang diperoleh dari pihak sekolah, kejadian ini sebenarnya bermula dari luka gores di paha sang murid. Murid tersebut mengaku kepada orang tuanya bahwa Supriyani memukulnya, padahal menurut kesaksian guru-guru lain, ia hanya menegur tanpa kekerasan. Sekolah sempat mencoba menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan mendatangi rumah orang tua murid untuk meminta maaf, meskipun Supriyani tak merasa bersalah. Ternyata, permintaan maaf tersebut malah dijadikan jebakan, dianggap sebagai pengakuan bahwa Supriyani bersalah. Dengan diam-diam, kasus ini terus diproses hingga akhirnya Supriyani ditahan.
Lebih tragis lagi, menurut informasi yang beredar di Group Whatsapp orang tua murid sempat meminta uang damai sebesar Rp 50 juta dan mendesak agar Supriyani dikeluarkan dari sekolah. Permintaan ini ditolak oleh Supriyani dan pihak sekolah, karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Supriyani bersalah. Namun, meski berpegang pada kebenaran, Supriyani tetap dijerat hukum.
Kepala Polres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam Laode, membenarkan bahwa memang ada penahanan terhadap Supriyani. Namun, hingga saat ini, ia belum memberikan penjelasan lengkap mengenai kronologi kasus tersebut. Ia hanya berjanji akan meluruskan informasi yang simpang siur di media. Namun, bagi Supriyani dan keluarganya, janji tersebut tak mampu meringankan rasa sakit yang mereka alami.
Di tengah persiapan persidangan yang akan digelar pada Kamis, 24 Oktober di Pengadilan Negeri Andoolo, keluarga, rekan guru, dan masyarakat terus berharap agar Supriyani mendapatkan keadilan yang layak. Mereka berharap bahwa persidangan ini akan menjadi titik terang bagi Supriyani, yang tak pernah lelah berjuang untuk mendidik anak-anak meski statusnya hanya sebagai guru honorer.
Bertahun-tahun Supriyani telah mengabdi di dunia pendidikan dengan segala keterbatasan. Sebagai guru honorer, penghasilannya jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, ia terus melangkah, tak pernah meninggalkan murid-muridnya. Dan sekarang, ia harus berhadapan dengan hukum, menghadapi ancaman hukuman atas tuduhan yang tak pernah ia lakukan.
Kasus Supriyani bukan hanya soal satu guru yang dijebloskan ke penjara. Ini adalah cermin dari ketidakadilan yang sering menimpa para guru honorer, yang sudah berjasa besar mendidik generasi penerus bangsa, tapi seringkali diperlakukan semena-mena.
Tangisan Supriyani di balik jeruji besi tak boleh hanya menjadi isak yang terlupakan. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk berdiri bersama mereka yang lemah, melawan kekuatan yang menindas, dan memperjuangkan keadilan yang sejati. Semoga, di ruang pengadilan nanti, keadilan akan berbicara untuk Supriyani.
Discover more from Kalbar Informasi
Subscribe to get the latest posts sent to your email.
You must be logged in to post a comment.