Skip to content

Penandatanganan Ikrar Bersama Penanganan Sengketa Lahan dengan Kearifan Lokal di Kalimantan Tengah

  • Facebook

Palangka Raya, 12 September 2024 – Sebuah langkah besar dalam upaya menyelesaikan sengketa lahan di Kalimantan Tengah melalui pendekatan kearifan lokal resmi dimulai dengan penandatanganan Ikrar Bersama oleh Polda Kalteng, Pemerintah Daerah Kalteng, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Dewan Adat Dayak Kalteng, serta organisasi masyarakat Dayak se-Kalimantan Tengah. Penandatanganan ini dilaksanakan di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, dan merupakan bagian dari persiapan menjelang pemberlakuan Undang-Undang Hukum Pidana-Perdata tahun 2026, di mana hukum adat akan memiliki kesetaraan dengan hukum nasional.

Para perwakilan ormas, tengah sekjen MADN bapak Drs. Yakobus Kumis, M.H.

Penyelenggara Polda Kalimantan Tengah, bapak Kombes Pol. Andreas Wayan Wicaksono, S.I.K., memperkenalkan sebuah gagasan inovatif yang berfokus pada upaya penyelesaian konflik lahan di wilayah Kalimantan Tengah. Gagasan ini dinamakan “Betang Kebangsaan”, yang terinspirasi dari konsep rumah betang suku Dayak, di mana berbagai organisasi masyarakat lintas etnis dapat duduk bersama di bawah naungan sekretariat bersama. Ide ini bertujuan untuk menghadirkan solusi konflik dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat adat Dayak.

Dalam Betang Kebangsaan, ormas-ormas lintas etnis akan memiliki ruang untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah, terutama yang berkaitan dengan sengketa lahan, dengan pendekatan yang mengharmonisasikan berbagai kepentingan melalui dialog dan pemahaman budaya. Kombes Pol. Andreas wayan Wicaksono, S.I.K menyadari pentingnya menjaga kedamaian di Kalimantan Tengah, khususnya dalam konteks masyarakat yang multietnis dan multikultural. Oleh karena itu, pendekatan ini mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan musyawarah, yang telah menjadi fondasi dalam kehidupan masyarakat adat Dayak.

Ttd Deklarasi

Sekretaris Jenderal Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), bapak Drs. Yakobus Kumis, M.H., memberikan apresiasi yang tinggi terhadap gagasan ini. Ia menilai bahwa Kombes Pol. Andreas Wayan Wicaksono, S.I.K, meskipun bukan berasal dari suku Dayak, memiliki semangat yang kuat dalam memajukan kearifan lokal dan memperjuangkan keharmonisan di tengah masyarakat. “Semangat dan gagasan beliau lebih daripada seorang Dayak,” ujar Sekjen MADN bapak Drs. Yakobus Kumis, M.H. Ia juga menekankan bahwa Betang Kebangsaan memiliki potensi besar untuk menjadi wadah penyelesaian konflik yang lebih efektif dan damai, terutama dalam menghadapi persoalan lahan yang kerap menjadi pemicu ketegangan.

Suasana barisan petinggi berbagai ormas

Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal MADN, Bapak Drs. Yakobus Kumis, M.H., juga menekankan pentingnya kesiapan perangkat adat dalam menyambut pemberlakuan Kitab Hukum Pidana-Perdata Indonesia yang baru. “Perlu dipersiapkan perangkat pemangku adat seperti Timanggong, Damang, Domong, Kepala Adat, Kepala Binua, atau sebutan lainnya, guna menyambut pemberlakuan Kitab Hukum Pidana-Perdata Indonesia yang direncanakan berlaku pada tahun 2026,” ujar beliau.

Sebagai wujud komitmen bersama dalam menyelesaikan konflik sosial terkait sengketa lahan di wilayah Kalimantan Tengah, seluruh pihak sepakat untuk menjalankan berbagai program dan kegiatan yang melibatkan masyarakat hukum adat. Berikut adalah isi dari Deklarasi Bersama yang telah disepakati:

DEKLARASI PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL SENGKETA LAHAN
Dalam rangka penyelesaian konflik sosial sengketa lahan di wilayah Kalimantan Tengah, kami bersepakat untuk:
1. Mengembangkan kapasitas serta membuka ruang partisipasi masyarakat hukum adat dalam pelaksanaan berbagai program Betang Kebangsaan dan kegiatan pemerintahan.
2. Mendukung percepatan terwujudnya sinkronisasi dan harmonisasi perundang-undangan serta peraturan terkait perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat.
3. Mendorong terwujudnya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, termasuk namun tidak terbatas pada RUU PPMHA dan RUU Pertanahan.
4. Mendorong penetapan peraturan daerah untuk pendataan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) beserta wilayahnya.
5. Mengupayakan penyelesaian konflik terkait keberadaan masyarakat hukum adat.
6. Melaksanakan pemetaan dan penataan terhadap penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang terintegrasi serta berkeadilan, memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat termasuk masyarakat hukum adat.
7. Memperkuat kapasitas kelembagaan dan kewenangan berbagai pihak dalam mendukung pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di pusat dan daerah.
8. Mendukung pelaksanaan program Betang Kebangsaan sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan partisipasi masyarakat hukum adat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Deklarasi juga mendukung Betang Kebangsaan
Sekjen MADN bapak Yakobus Kumis

Menjalankan kedelapan komitmen tersebut tentu tidaklah mudah. Diperlukan kerjasama yang kuat, harmonis, berkelanjutan, dan melembaga dari seluruh dinas dan lembaga terkait, serta melibatkan semua pemangku kepentingan bersama masyarakat hukum adat dalam implementasinya.

Deklarator:

  1. Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah
  2. Majelis Adat Dayak Nasional (MADN)
  3. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
  4. Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah
  5. Forum Kebangsaan Ormas Kalteng

Dengan demikian, penandatanganan ikrar bersama ini bukan hanya sebuah simbol, tetapi juga langkah nyata dalam mewujudkan harmoni antara hukum adat dan hukum nasional, demi terciptanya tatanan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan di Kalimantan Tengah.

Melalui ikrar ini, diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat bekerja sama untuk menciptakan penyelesaian sengketa yang damai, berkeadilan, dan tetap menghormati nilai-nilai tradisi masyarakat adat Dayak.


Discover more from Kalbar Informasi

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Discover more from Kalbar Informasi

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading